Kodokushi: Meninggal Sendirian di Jepang
28 May 2025
Tak sedikit lansia perempuan yang tetap aktif di komunitas—menjadi penggerak posyandu, pengajar mengaji, pengrajin, atau bahkan pelaku usaha kecil. Meski usia tak lagi muda, semangat mereka tak padam. Mereka mengajarkan bahwa perjuangan seorang perempuan tidak berhenti saat muda, tapi terus berlanjut sepanjang usia.
Di desa-desa, sosok nenek kerap menjadi penjaga harmoni keluarga, perawat tradisi, dan penyambung cerita antar generasi. Lewat dongeng, petuah, dan pengalaman hidup, mereka menanamkan nilai-nilai luhur pada cucu-cucu mereka—sebuah bentuk pendidikan informal yang tak kalah penting dibanding sekolah formal.
Jika Kartini hidup di zaman ini, mungkin ia akan memperjuangkan hak-hak lansia perempuan. Ia akan menyuarakan pentingnya jaminan kesehatan, perlindungan sosial, dan ruang ekspresi bagi lansia. Sebab, perempuan tidak hanya berjuang saat muda, tapi juga saat mereka menjadi tulang punggung keluarga di usia senja.
Menghormati Kartini bukan hanya dengan mengenakan kebaya, tetapi juga dengan menghargai sosok-sosok perempuan lansia di sekitar kita—yang mungkin tak terkenal, tapi jasanya luar biasa. Mereka adalah Kartini yang tak tercatat dalam buku sejarah, namun tercatat dalam hati dan kehidupan banyak orang.
Kartini dan lansia adalah dua entitas yang tak terpisahkan dalam perjalanan emansipasi perempuan Indonesia. Semangat Kartini hidup dalam setiap langkah nenek kita, dalam nasihat bijak ibu kita, dan dalam keteguhan perempuan-perempuan tua yang masih tersenyum di tengah keterbatasan. Mari kita jaga dan hormati mereka, karena dari merekalah kita belajar tentang arti sejati dari ketegaran dan kasih sayang.
Temukan kami di sosial media: